Mi Kopyok Pak Dhuwur, Kuliner Sederhana khas Semarang

BAGIKAN DI: Facebooktwitterpinterestlinkedintumblr

Ada begitu banyak pilihan kuliner favorit di kota Semarang yang kadang membuat kita bingung mana yang perlu lebih dulu dicoba. Tapi jika sudah terbiasa dengan kuliner khas Semarang yang standar seperti lumpia, soto semarangan, nasi goreng babat, gudeg koyor, nasi ayam, tahu gimbal, atau tahu pong, tak ada salahnya untuk menjajal kuliner Semarang lain yang tidak terlalu banyak terekspos media. Salah satunya adalah mi kopyok. Ini adalah jajanan favorit warga Semarang yang belum banyak dikenal pendatang. Sekilas namanya mengingatkan kita pada makanan serupa yang berasal dari Bandung. Mungkin memang ada keterkaitan perihal persebaran makanan berbahan dasar mi ini, namun pengaruh budaya lokal tetap akan memberi kekhasan tersendiri pada masing-masing versi.

(Foto: tumblesem.tumblr.com)

(Foto: tumblesem.tumblr.com)

 

Mi Kopyok khas Semarang ini adalah benar-benar representasi kuliner rakyat. Bahan-bahan yang digunakan amat sederhana sehingga harganya pun sangat terjangkau bagi kebanyakan orang. Disebut mi kopyok karena saat pembuatannya mi harus dipanaskan dulu di dalam air mendidih dengan cara dikopyok-kopyok atau dicelupkan berulang kali. Satu porsi mi kopyok berisikan mi basah, irisan lontong dan tahu pong, kecambah, taburan daun seledri dan bawang merah goreng, serta kerupuk gendar atau karak yang diremukkan di atasnya. Bahan-bahan tersebut lantas disiram kuah rempah yang bening. Kuahnya tidak terbuat dari kaldu daging, sehingga rasanya jauh lebih ringan saat disantap. Rasa gurih pada kuah cukup mengandalkan racikan bumbu saja. Sebagai pelengkap biasanya disediakan kecap manis dan sambal di meja. Tidak adanya bahan hewani, membuat mi kopyok Semarang ini cocok dinikmati para vegetarian. Tentu sangat mengasyikkan mendapati satu kuliner khas daerah yang sesuai dengan pola makan sehat, apalagi Semarang lebih dikenal sebagai sanggar kolesterol alias surganya makanan jahat.

 

Tempat yang sering dijadikan referensi utama penggemar kuliner ini adalah Mi Kopyok Pak Dhuwur. Dhuwur dalam bahasa Indonesia berarti tinggi, yang merupakan ciri fisik penjualnya. Harso Dinomo merintis usaha ini sejak tahun 1970 dengan berjualan keliling dan mulai menetap di Jalan Tanjung sejak tahun 1980-an. Usahanya pun terus berkembang sebagai usaha keluarga hingga bisa membuka beberapa cabang di Semarang. Selain di Jalan Tanjung, Mi Kopyok Pak Dhuwur juga ada di Jalan Kyai Saleh dan Banyumanik. Kabarnya usaha Mi Kopyok Pak Dhuwur juga mulai merambah ibukota.

 

Untuk menjaga kualitas masakan, pemilik Mi Kopyok Pak Dhuwur mengaku membuat mi sendiri dan memiliki pemasok khusus untuk bahan pelengkap seperti tahu dan karak/kerupuk gendar. Dengan komitmen seperti itu, tidak heran jika Mi Kopyok Pak Dhuwur bisa bertahan selama puluhan tahun. Usaha kuliner yang bertahan lama biasanya punya pemilik yang memang mempunyai gairah atau passion khusus dalam dunia kuliner. Dia tidak akan melulu mengejar keuntungan lewat usahanya, tapi juga merasa bertanggungjawab untuk terus menjaga kualitas produknya. Menjalankan usaha kuliner dengan hitungan murni bisnis biasanya hanya akan menjauhkan pelakunya dari esensi dunia kuliner itu sendiri, yakni kepekaan rasa. Rasa pada masakan dan rasa/pengalaman batin penikmatnya. Semoga kita bisa terus menikmati aneka kuliner daerah yang diolah dengan sepenuh hati.

 

Mi Kopyok Pak Dhuwur
Buka: 08.00 – 16.00 WIB
Lokasi: Jalan Tanjung, Semarang. Belakang Gedung PLN Jalan Pemuda.

 

Updated: 16 Desember 2016 — 12:43 pm

1 Comment

Add a Comment
  1. Tampilannya mirip seperti tahu gezrot,atau lebih pasnya lagi seperti perpaduan antara bakmi,batagor dan ditambahi dengan tahu gezrot di atasnya,sangat menarik dan menggugah selera. Ngomong-ngomong resep dan cara pembuatannya bagaimana ya? kayaknya cocok untuk di jadikan usaha kuliner baru nih. Terima kasih atas informasi kulinernya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *