![Bagikan di Facebook Facebook](https://www.kabarkuliner.com/wp-content/plugins/social-media-feather/synved-social/image/social/regular/48x48/facebook.png)
![Bagikan di Twitter twitter](https://www.kabarkuliner.com/wp-content/plugins/social-media-feather/synved-social/image/social/regular/48x48/twitter.png)
![Pin it with Pinterest pinterest](https://www.kabarkuliner.com/wp-content/plugins/social-media-feather/synved-social/image/social/regular/48x48/pinterest.png)
![Share on Linkedin linkedin](https://www.kabarkuliner.com/wp-content/plugins/social-media-feather/synved-social/image/social/regular/48x48/linkedin.png)
![Share on tumblr tumblr](https://www.kabarkuliner.com/wp-content/plugins/social-media-feather/synved-social/image/social/regular/48x48/tumblr.png)
Kontributor: Intania Poerwaningtyas
Ini adalah kali kedua saya ke Gorontalo. Seperti biasa, kuliner daerah adalah salah satu hal yang menjadi perhatian saya. Pada kesempatan pertama, saya bertanya pada partner lokal tentang makanan khas Gorontalo, tapi tidak ada jawaban yang meyakinkan. Pengalaman kuliner yang berbeda hanya makan pisang goreng dengan cocolan sambal di pinggir Pantai Botutonuo yang indah. Setelah pulang ke Yogyakarta, saya baru ingat kalau ada makanan khas Gorontalo bernama Binte Biluhuta. Padahal, saya pernah makan Binte Biluhuta sebelumnya di kafe Momento—yang sekarang sudah tutup—bareng pacar.
![](https://www.kabarkuliner.com/wp-content/uploads/2017/10/PhotoGrid_1508667429126.jpg)
Milu Siram dan Ikan Bakar khas Gorontalo
Pada hari pertama dan kedua, saya dan rombongan diajak untuk makan ikan laut. Saya sih senang saja makan ikan laut terus, tapi tetap ada rasa penasaran pada makanan lokal. Karena salah satu rombongan adalah pejabat, maka saya tak punya hak untuk request binte biluhuta. Hehe. Saya sudah pasrah tidak menjajal kuliner lokal lagi di kesempatan kedua ini.
Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Setelah menghabiskan pagi dengan bahagia karena bisa snorkeling di Pantai Botutonuo, saya dan rombongan menuju bandara untuk pulang. Dalam perjalanan itu kami mampir untuk makan siang. Tahukah kamu apa menu kami siang itu? Yup. Ikan bakar! Tapi kali ini kami makan tidak dengan nasi. Kami makan dengan milu siram.
Saya ingin loncat-loncat ketika sampai di depan rumah makan bertuliskan milu siram. Sampai di meja, ternyata kami sudah dipesankan makan: ikan bakar, nasi, milu siram, ca kangkung, dan entah apa lagi.
Milu, dalam bahasa Gorontalo, berarti jagung. Milu siram adalah jagung yang disiram. Dalam bahasa lokal, milu siram juga disebut dengan binte biluhuta. Nah, saya jadi bingung karena milu siram berbeda dengan binte biluhuta yang pernah saya rasakan dulu. Milu siram adalah jagung kukus (mirip grontol di Jawa) yang disiram kuah santan plus parutan kelapa. Selain jagung, di dalamnya ada terong, daun bawang, daun kemangi, dan suwiran ikan.
Milu siram yang gurih dan asin dipadu dengan ikan bakar dan sambal dabu-dabu segar adalah perpaduan yang lezat. Rupanya milu siram bisa dimakan sebagai pengganti nasi atau pelengkap nasi. Mumpung ada jagung, tentu saya pilih makan tanpa nasi. Bagi orang yang tidak terbiasa, mungkin makan milu siram dan ikan bakar akan terasa aneh karena ikan bakar biasanya dimakan dengan karbohidrat tak berkuah.
Bagi saya, rasa milu siram mirip lodeh tapi lebih sederhana. Mereka yang tak suka asin mungkin akan menganggap milu siram terlalu asin, tapi bagi saya, rasa milu siram sangat pas. Tak terasa sepiring milu siram dan seekor ikan bakar telah habis saya santap. Rasanya ingin nambah sepiring lagi, tapi kok masih ada kue lapis yang harus dicoba. Ah, semoga saya bisa makan milu siram lagi lain kali.