Bagi yang belum pernah mencoba, oseng-oseng mercon barangkali terdengar aneh, lucu, unik, atau membuat penasaran. Masa iya mercon dioseng, apa tidak meledak waktu dimasak? Ledakan itu memang ada, tapi di mulut saat kita menyantapnya. Oseng-oseng mercon adalah istilah yang dipakai untuk menyebut masakan super pedas yang berisikan tetelan daging sapi atau koyoran. Di Yogyakarta, menu ini menjadi salah satu favorit para pecinta makanan pedas. Saking populernya, beberapa tahun yang lalu penjual oseng-oseng mercon juga banyak bermunculan di luar kota Yogyakarta.
Di Yogyakarta ada satu wilayah yang dikenal sebagai pusat penjual oseng-oseng mercon, yakni Jl. K.H. Ahmad Dahlan. Ada banyak warung tenda kaki lima yang menjajakan oseng-oseng mercon di sepanjang jalan. Di lokasi ini pula bisa dijumpai warung Oseng-Oseng Mercon Bu Narti yang legendaris. Kabarnya warung Bu Narti ini adalah pelopor oseng-oseng mercon di Yogyakarta. Berawal dari tahun 1998, saat krisis moneter melanda Indonesia, Bu Narti mencoba peluang usaha lewat racikan oseng-oseng daging super pedas andalannya. Ternyata masakannya ini cukup digemari, bahkan konon budayawan Cak Nun yang pertama kali menyebut masakan Bu Narti itu dengan nama ‘oseng-oseng mercon’. Disebut begitu karena pedasnya serasa meledak-ledak di mulut saat dimakan.
Bahan untuk oseng-oseng mercon terbilang sederhana, hanya menggunakan tetelan daging sapi, koyor, kikil, ataupun lemak yang dipotong kecil-kecil. Menggunakan bahan daging sapi, tapi yang diambil bukan bagian-bagian yang premium atau yang berharga mahal. Itulah sebabnya menu ini harganya sangat terjangkau, bersahabat dengan kantong mahasiswa. Yang menjadi kendala justru di saat harga cabai melejit. Penjual harus pandai-pandai bersiasat agar kualitas masakannya tidak berkurang. Bumbu oseng-oseng mercon lebih mengandalkan bawang putih, bawah merah, jahe, serta cabai rawit. Untuk 50 kg tetelan/koyor digunakan sekitar 6 kg cabai atau lebih. Penyebutan ‘oseng-oseng’ itu sendiri rasanya kurang pas, karena masakan ini berkuah. Sepintas justru lebih mirip gulai atau sambal goreng khas Jawa.
Oseng-oseng mercon disajikan di dalam piring yang tak terlalu besar, terpisah dari nasi putih. Warna kuahnya yang kemerahan dan biji-biji cabai yang menempel pada koyor atau tetelan mengesankan betapa ganas rasa pedasnya. Dijamin membuat peluh bercucuran. Sepiring kecil oseng-oseng mercon itu saja bisa membuat orang kewalahan menghabiskannya. Dalam nasi disertakan beberapa potong mentimun yang sepertinya tetap takkan cukup meredam pedas. Bila ingin tambah lauk lain, warung Bu narti juga menyediakan ayam goreng/bakar, burung puyuh goreng/bakar, lele goreng/bakar, dan aneka jeroan.
Musim penghujan adalah saat yang pas untuk menikmati Oseng-Oseng Mercon Bu Narti. Rasa pedasnya bisa langsung menghangatkan tubuh. Apalagi jika dipadukan dengan burung puyuh gorengnya yang gurih, makin sempurna. Di warung ini kita juga bisa merasakan nuansa warung lesehan khas Yogyakarta yang bersahaja dan penuh kehangatan.
Oseng-oseng Mercon Bu Narti
Jl. KH Ahmad Dahlan (±200 m arah barat dari Kantor Pos Besar). Tak jauh dari Malioboro.
Jam buka: 17.00 – 23.00 WIB