




Jogja memang bukan gudangnya kuliner soto. Tapi ini bukan berarti masyarakatnya tidak menggemari masakan berkuah ini. Tetap ada satu-dua tempat yang sering menjadi rujukan utama para penikmat soto di Jogja. Salah satu yang sudah sangat terkenal adalah Soto Kadipiro. Soto ini mempunyai akar sejarah yang panjang di Yogyakarta, bahkan sejak sebelum era kemerdekaan. Berdiri tahun 1921, kini usia Soto Kadipiro pun hampir 1 abad. Pendirinya adalah Karto Wijoyo, yang meninggal pada tahun 1972, dan kini dilanjutkan oleh generasi ketiganya. Hal yang luar biasa sebuah usaha kuliner bisa bertahan puluhan tahun dan tetap dicintai para penggemarnya. Selain karena kedekatan emosional dengan para pelanggan setianya, tentu ini juga menandakan kualitas masakan yang disajikan selalu terjaga.

(Foto oleh Mira Fauzia)
Soto Kadipiro terkenal dengan kuahnya yang bening agak kecokelatan dan gurih. Isiannya sederhana terdiri dari kecambah, irisan kol segar dan daun bawang, serta suwiran ayam kampung. Soto semacam ini terasa lebih ringan saat disantap, tidak seperti soto betawi yang bersantan dan isiannya dagingnya lebih banyak misalnya, sehingga sangat cocok untuk menjadi menu sarapan. Rasa gurih kuahnya berasal dari perpaduan bumbu dan kaldu ayam kampung yang diolah prima. Tendangan bumbunya tidak terasa berlebihan, sehingga rasa sotonya tak akan terlalu berkonflik saat ditambahkan pelengkap lain seperti kecap manis, sambal, atau perasan jeruk nipis. Untuk penyajian Soto Kadipiro umumnya nasi langsung dicampur dengan kuah, namun pembeli pun bisa pesan nasi dan sotonya disajikan terpisah.
Dalam hal lauk pelengkap, soto di Yogyakarta memang tidak semeriah soto-soto di Jawa Tengah. Di daerah Semarang dan sekitarnya, kita bisa menyantap soto sambil menghadapi aneka lauk dari yang standar seperti tempe / tahu goreng, perkedel, telur pindang, berbagai jenis gorengan, hingga aneka jenis sate (dari sate kerang, telur, ati ampela, sampai jeroan sapi). Di Soto Kadipiro, lauk yang ditawarkan tidak seberagam yang disebutkan di atas namun cukup menggugah selera. Di antaranya ada ayam kampung yang dimasak ingkung, hati-ampela ayam, tahu / tempe bacem, dan perkedel. Ayam kampung terlihat masih moist, tidak digoreng kering. Jika ingin agak beda, ayam atau hati-ampela bisa disajikan dengan dipotong-potong dan diberi racikan kecap manis, tomat, dan bawang merah goreng. Tentu rasanya akan menjadi lebih kaya dan sangat cocok disantap bersama Soto Kadipiro yang gurih.
Meski terbilang sederhana, nuansa Jawa pada bangunan Soto Kadipiro terasa kental. Bagian dalamnya pun lapang sehingga bisa menampung cukup banyak pelanggan. Terlihat beberapa foto pejabat negara yang pernah berkunjung ke warung ini. Dengan reputasi yang melegenda, tak heran jika pelanggan Soto Kadipiro banyak yang berasal dari luar Yogyakarta. Sebagian dari mereka adalah turis yang memang ingin menjelajah citarasa otentik kuliner Yogyakarta. Sebagiannya lagi adalah mereka yang pernah bermukim di Yogyakarta dan menjadikan Soto Kadipiro sebagai makanan klangenan. Bernostalgia dengan kuliner khas Yogyakarta sembari menyerap suasananya yang khas bersahaja.
Membuat makanan yang enak itu penting, namun lebih penting lagi adalah bagaimana menjaga kualitas seiring berjalannya waktu. Membuat masakan yang tidak hanya unggul dalam citarasa, tapi juga bisa membangkitkan kedekatan emosional dengan para penikmatnya. Membuat orang selalu ingin kembali karena tak pernah dikecewakan dalam tiap perjumpaan. Sebagai sebuah usaha kuliner, Soto Kadipiro agaknya sudah berada pada fase ini.
Soto Kadipiro Yogyakarta
Buka: 07.30 – 14.30 sampai habis
Lokasi: Jl. Wates No. 33, Yogyakarta. Kurang lebih 1 km dari perempatan Wirobrajan