Meskipun sekarang terasa semakin padat dan ramai, ada romantisme tersendiri saat berkunjung ke Yogyakarta. Apalagi bagi orang yang pernah tinggal di kota pelajar ini. Kenangan akan kebersahajaan hidup, keguyuban warganya, dan suasana kotanya akan selalu melekat. Prinsip alon-alon waton kelakon (biar lambat asal selamat) itu memang bisa dirasakan saat hidup di Yogyakarta. Pernah ada ungkapan di kalangan mahasiswa, kalau ingin cari uang pergilah ke Jakarta tapi kalau ingin menikmati hidup berkaryalah di Jogja.
kuliner bantul
Rela Blusukan Demi Ayam Goreng Mbah Cemplung yang Legendaris
Banyak yang bilang Yogyakarta adalah salah satu gudangnya kuliner enak, namun yang sudah lama tinggal di Kota Pelajar ini tentu paham bahwa untuk menikmati kuliner otentik Jogja yang benar-benar istimewa kadang butuh perjuangan lebih. Dari yang harus blusukan di pasar-pasar tradisional hingga menyusuri kampung-kampung di pedesaan. Di tempat-tempat yang jauh dari pusat keramaian itulah biasanya kita masih bisa merasakan nuansa kebersahajaan Yogyakarta yang dewasa ini kian pudar, termasuk dalam hal kulinernya. Di Yogyakarta memang tersedia banyak ragam makanan, namun kuliner ndeso di daerah-daerah pinggiran itulah yang justru ngangeni (membuat rindu).
Bakmi Mbah Mo Bantul, Bakmi Jawa Juara dari Pelosok Desa

Boleh sepakat, boleh tidak. Bakmi Mbah Mo adalah bakmi Jawa terenak yang pernah ada. Perpaduan antara bahan serta bumbu yang digunakan menghadirkan satu harmoni rasa yang sulit dijumpai di bakmi Jawa manapun. Tampilannya juga agak berbeda dengan kebanyakan menu serupa. Bakmi gorengnya nampak lebih kesat, tidak berminyak atau basah, dengan suwiran daging ayam kampung dan bulir-bulir kecil telur yang melapisi sekujur mie.